( بسم الله الرحمن الرحيم )KEBENERAN PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW
Pada
bulan Rabi'ul Awwal 1428 H/ Maret 2007 M telah tersebar selebaran yang
ditulis oleh Sdr. Ja'far Salih, seorang pengajar di Masjid Fatahillah,
Beji Depok. Dari tulisannya tersebut, dapat disimpulkan:
1. Maulid merupakan amaliah yang sunnah ditinggalkan (sunnah tarkiyyah).
2. Maulid tidak ada manfaatnya.
3. Yang mengadakan maulid adalah pengikut ajaran kebatinan yang sesat.
4. Dalil yang digunakan oleh para pelaku peringatan Maulid telah salah dan pemikirannya sangat rancu.
5. Seorang yang mengadakan maulid telah berbuat zalim pada Rasulullah.
Pernyataan
ini sungguh sangat menyakitkan hati kaum Muslimin yang telah turun
temurun mengadakan peringatan maulid, bagaikan peluru yang telah merobek
dada mereka dan ingin memporak-porandakan persatuan kaum Muslimin yang
saat ini tengah terjalin cukup baik di Indonesia. Bukankah sangat
membuang waktu dan energi kita bila meributkan perihal maulid? Padahal
pada saat ini, kaum Yahudi dan Nasrani tengah gencar memerangi kaum
Muslimin di berbagai belahan dunia. Sangat disesalkan, kenapa sampai
Sdr. Ja'far Salih buta akan hal ini?
Tulisan singkat berikut ini
sekedar ingin menjelaskan akan hakekat maulid dan memantapkan hati para
pecinta Maulidinnabi, sekaligus sebagai tanggapan atas apa yang telah
ditulis oleh Sdr. Ja'far Salih.
1. Maulid bukan amaliah yang
dapat digolongkan sebagai sunnah untuk ditinggalkan (sunnah tarkiyyah).
Para ahli Ushul Fiqih sendiri mengklasifikasi sunnah kepada tiga bagian,
yaitu Perbuatan, Ucapan, dan Ketetapan Nabi. Dan tidak ada dari mereka
yang memasukkan apa yang Nabi tinggalkan termasuk Sunnah Beliau.
Suatu
pekerjaan yang tidak dikerjakan Rasulullah atau apa yang beliau
tinggalkan, tidak serta merta kita juga harus tinggalkan. Sebagai
contoh, Nabi meninggalkan makan daging biawak karena beliau tidak suka,
sekalipun itu halal. Contoh lainnya, karena Nabi khawatir bila Shalat
Tarawih sampai diwajibkan Allah pada umat beliau, hingga beliau tidak
lagi keluar ke masjid untuk Shalat Tarawih. Kedua hal tersebut cukup
menjadi contoh bahwa apa yang tidak dikerjakan Nabi atau apa yang beliau
tinggalkan bukan berarti kita sebagai ummatnya harus juga
meninggalkannya.
2. Peringatan maulid adalah perkara tradisi
(yang baik), tidak masuk pada perkara ibadah. Para pemula di kalangan
pelajar ilmu saja akan dapat membedakan antara 'adat dan ibadat. Jika
ada yang berkata ini ibadah yang disyari'atkan dengan kaifiyatnya, maka
kami akan bertanya, mana dalilnya? Namun jika ada yang berkata, ini
adalah tradisi yang baik, maka kami akan berkata, berbuatlah
sekehendaknya.
Peringatan maulid memang sebuah tradisi, NAMUN
merupakan tradisi yang baik dan penuh dengan manfaat yang melimpah bagi
para pelakunya. Di antara manfaat maulid :
Maulid
adalah sarana agung untuk mengajak manusia ke jalan Allah dan kesempatan
emas untuk memperdengarkan akhlak, adab, sirah (sejarah hidup), dan
ibadah Nabi Muhammad SAW.
Di dalam peringatan maulid, orang
dapat bersedekah, berbuat amar ma'ruf dan nahi munkar, seraya
menampakkan kebahagiaan dan kegembiraan dengan lahirnya Baginda Nabi
Muhammad SAW.
Di dalam peringatan maulid, orang dapat berzikir,
membaca Al-Qur'an, memperbanyak shalawat kepada Nabi secara
bersama-sama. Hal-hal tersebut tidak disangsikan lagi sangat besar
faedahnya.
As-Suyuthi menyebutkan dalam kitabnya الوسائل فى شرح الشمائل
"Bahwa
rumah, tempat, atau masjid yang dibacakan maulid Nabi di dalamnya, maka
Malaikat akan memasuki tempat tersebut dan bershalawat kepada orang
yang ada di dalamnya. Dan Allah melimpahkan rahmat dan keridhoan-Nya."
Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan: "Berkumpul untuk mendengar kisah
Rasulullah SAW menjadi sebab yang dapat menghubungkan para pendengarnya
agar menjadi dekat kepada Rasulullah SAW."
3. Sejarah peringatan
maulid bukan karena mengikuti ajaran kebatinan yang sesat. Di dalam
kitab Syarhul Mawahib buah karya Al-Imam Az-Zarkoni disebutkan bahwa
yang pertama kali mengadakan peringatan maulid di masyriq (Timur) adalah
Al-Muzhaffar, seorang raja yang saleh dan adil.
Ibnu Katsir
menyebutkan dalam Tarikhnya bahwa raja tersebut mengadakan maulid besar
dan mengundang Ulama-ulama besar serta ia mengeluarkan dana untuk maulid
sebesar 300 ribu Dinar.
Al-Hafidz Abul Khithab bin Dahiyyah pada
tahun 406 H menulis kitab maulid yang ia namakan التنوير بمولد النبي
البشير Maka raja menghadiahkan kepadanya 1000 dinar, karena karangannya
tersebut.
Dan yang pertama kali mengadakan peringatan maulid di
Maghrib (Barat) adalah Al-Imam Al-Muhaddits As-Sholeh Abu Abbas Ahmad
Bin Muhammad Al-Azafi. Hal tersebut tertulis dalam kitab Al-Mi'yar juz
11, dan hal itu disebutkan pula oleh Ibnu Khaldun. Al-Imam Abu Abbas
adalah seorang ahli hadis terkemuka dan terkenal akan kesalehannya, maka
tidak mungkin ia mengadakan maulid karena mengikuti ajaran kebatinan.
4.
Sdr. Ja'far Salih mengatakan bahwa kata 'Rahmat' dalam Q.S. Yunus: 58
tidak dapat diartikan sebagai Nabi Muhammad dan hanya dapat diartikan
sebagai Al-Qur'an. Pernyataan tersebut tidak tepat, karena kata 'Rahmat'
dalam ayat ini bermakna umum. 'Rahmat' dapat meliputi segala sesuatu,
bahkan Nabi sendiri pernah bersabda: انما انا رحمة مهداة Artinya, "Aku
hanyalah Rahmat yang dihadiahkan Allah."
Banyak pula di antara
ahli tafsir mendukung penafsiran bahwa kata 'Rahmat' yang dimaksud
adalah Nabi Muhammad SAW, seperti Al-Imam Al-Alusi menyebutkan dalam
syarah ayat ini, juz ke 11, halaman 140, bahwa Abdullah bin Abbas
(Sahabat Nabi) berkata: "Karunia Allah adalah ilmu dan Rahmat Allah
adalah Nabi Muhammad".
Al-Imam At-Thabarani dan Ibnu
Asaakir pun menafsirkan karunia Allah yaitu Nabi Muhammad. Bila Sdr.
Ja'far Salih mengatakan bahwa penafsiran kata rahmat dengan maksud Nabi
Muhammad adalah hal yang sangat dipaksakan dan mengatakan tidak
seorangpun dari ahli tafsir yang menafsirkan demikian, maka ada baiknya
bila Sdr. Ja'far Salih lebih banyak lagi membaca dan menelaah
kitab-kitab Tafsir Al Qur'an.
Perkataan Sdr. Ja'far Salih bahwa
Nabi berpuasa di hari Senin bukan karena Nabi bersyukur kepada Allah
lantaran dilahirkan di hari itu, tapi karena hari itu adalah hari di
mana amaliah manusia diperlihatkan pada Allah, jelas bertentangan
dengan redaksi hadis Nabi itu sendiri, di mana beliau menegaskan,
( فيه ولدت وفيه انزل علي )
Hari Senin adalah hari aku dilahirkan dan hari aku diberikan wahyu pertama kali.
Peringatan
maulid Nabi Muhammad sangat relevan dengan hadis tersebut. Karena untuk
bersyukur untuk kelahiran Nabi, umatnya dapat mengungkapkannya dengan
berpuasa, memberi makan orang lain, atau berkumpul untuk bershalawat dan
mendengarkan sejarah kelahirannya.
5. Sdr. Ja'far Salih
mengatakan bahwa orang yang mengadakan peringatan Maulid sebagai
ungkapan rasa syukur atas kelahiran Nabi adalah orang yang telah berbuat
zalim pada Nabinya. Bila demikian, apakah berarti Nabi juga telah
menzalimi dirinya sendiri, karena beliau berpuasa pada hari Senin untuk
mensyukuri hari kelahirannya? Apakah Nabi Muhammad SAW berarti juga
telah berbuat zalim kepada Nabi Musa as, karena ia berpuasa pada hari
Asyura (ditambah satu hari pada hari tasu'a untuk membedakan dengan
kebiasaan orang Yahudi) lantaran bersyukur kepada Allah yang telah
menyelamatkan Nabi Musa dari Fir"aun di hari Asyura?
Lalu
zalimkah seorang yang menghadiri peringatan Maulid hanya untuk
bershalawat, bersyukur dengan kelahiran Nabinya, dan mendengarkan
nasehat para Ulama? Allah yahdik! Ketahuilah, andalah yang telah berbuat
zalim pada Nabi karena telah menyakiti umat Islam, mencela mereka,
melarang orang mau memberi makan, serta melarang orang yang bershalawat
dan berzikir.
Penutup
Kaum Muslimin sekalian, berikut ini kami kutipkan beberapa perkataan ulama tentang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW:
1.
Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa mengadakan peringatan
Maulid Nabi adalah suatu pekerjaan yang berdasarkan hadis yang terdapat
dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Adalah Nabi SAW saat datang ke
Madinah, beliau mendapati kaum Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Lalu
Nabi bertanya pada mereka akan hal itu, maka mereka menjawab, hari
Asyura adalah hari Allah menenggelamkan Fir'aun dan menyelamatkan Nabi
Musa. Kami berpuasa pada hari itu karena kami bersyukur kepada Allah.
Maka Nabi SAW bersabda :"Kamilah yang lebih berhak untuk berpuasa
daripada kalian" Hadis ini menjelaskan bolehnya bersyukur pada hari
tertentu, karena mendapat nikmat atau terhindar dari bencana. Cara
bersyukur dapat dengan berpuasa, bersedekah, memberi makan, membaca Al
Qur'an, dan berbagai amaliyah kebaikan lainnya.
Perhatikanlah,
bila kaum Yahudi yang bersyukur dengan berpuasa karena Nabi Musa telah
diselamatkan Allah dan Nabi Muhammad pun mendukungnya (mendukung
tindakan berpuasanya tersebut), maka buat kita umatnya, nikmat
mana
yang lebih besar dari lahirnya Nabi Muhammad ke dunia? Lalu apakah
salah bila kita mensyukuri kelahiran beliau dengan penuh suka cita,
bersedekah, dan bershalawat kepadanya?
Imam Syafi'i berkata: "Tiap
sesuatu yang masih memiliki sandaran syari'at, maka hal itu bukan suatu
yang bid'ah, sekalipun para sahabat dan ulama salaf tidak melakukannya".
Jadi jelaslah bahwa peringatan maulid bukan bid'ah karena masih ada
hadits yang mendukungnya (hadits yang di atas).
2. Menurut As-Sayyid
Muhammad bin Alwi Al-Maliki, peringatan maulid adalah amaliah agung yang
telah dilaksanakan para Ulama agung bersama umat Islam secara umum. Di
dalamnya terdapat amal-amal saleh, seperti silaturahmi, membaca Al
Qur'an, bershalawat, dan bersedekah.
3. Menurut Syekh Ibnu Taimiyyah,
mengagungkan kelahiran Nabi dan menjadikan kebiasaan tahunan adalah
amaliah yang di dalamnya mengandung pahala yang besar.
4. Sayyid
Ahmad Zaini Dahlan, seorang Mufti Madzhab Syafi'i menyebutkan dalam
kitabnya Assirah An-Nabawiyyah Wa Atsaril Muhammadiyyah, halaman 51:
"Kebiasaan umat Islam berdiri saat mendengar detik-detik kelahiran Nabi
ke dunia adalah amaliah yang disukai, karena berdirinya untuk
mengagungkan Nabi Muhammad. Hal tersebut telah dilakukan ulama-ulama
dunia yang jadi panutan kaum muslimin dari zaman dahulu".
5. Seorang
wali besar Al-'Arif billah Ibnu Ibad menyatakan mubahnya mengadakan
Maulid Nabi Muhammad SAW karena maulid termasuk hari raya Umat Islam.
Maka menampakkan kegembiraan dan kesenangan pada hari itu adalah hal
yang mubah.
Telah ditashih oleh
Abuya KH. Abd. Rahman Nawi. (TEBET - JAKARTA)